PERTAMA. Syariat Islam berperan menjaga moralitas manusia. Syariat Islam menyuruh manusia berperilaku baik, berakhlak mulia, dan melarang mereka perbuatan tercela, hina, dan amoral. Syariat Islam melarang eksploitasi tubuh dan kehidupan wanita; Syariat Islam melarang eksploitasi seks, tetapi menghalalkan pemanfaatan nikmat seksual secara legal; Syariat Islam mendorong hidup berkeluarga, serta memfungsikan elemen-elemen keluarga sebertanggung-jawab mungkin; Syariat Islam melarang penistaan, penghinaan, serta penindasan terhadap harkat kemuliaan manusia. Jangankan untuk kasus-kasus serius, sekedar memanggil dengan gelaran-gelaran buruk seperti “Si Cebol”, “Si Bandot”, “Si Botak”, “Si Gendut”, semua itu dilarang. Syariat Islam melarang seks bebas, sodomi, homoseksual, pornografi, minuman keras, narkoba, perjudian, dan sebagainya.
Nyaris tidak ada satu pun agama yang konsisten dalam menjaga moralitas manusia, selain Islam. Bahkan tidak ada ideologi apapun yang begitu kuat komitmennya terhadap moral manusia, selain Syariat Islam. Ideologi-ideologi lain, baik di Timur maupun Barat, pada saat ini sudah nyaris ambruk dalam konsistensinya menjaga moral manusia; karena tidak kuat menghadang badai kehidupan Liberal Kapitalistik yang dipaksakan menjadi satu-satunya norma manusia di dunia (melalui slogan “One World One Heart“). Islam-lah yang terus resisten dalam mengawal moral manusia.
Jika moral sudah ambruk, maka ambruk pula kehidupan manusia. Tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan, berganti nilai-nilai kebinatangan; lalu hukum kemanusiaan berubah menjadi “hukum rimba”, dimana disana berkalu prinsip: “Siapa yang kuat, dia menang.” Ketika moralitas manusia sudah tereliminasi oleh gerakan-gerakan amoralitas yang sistematik dan massif (yang dikendalikan oleh jaringan Illuminati atau Freemasonry), maka hal ini akan berakibat sangat buruk: Penindasan merebak dimana-mana, kezhaliman merajalela, wabah kriminalitas melanda bak banjir Tsunami, kerusakan lingkungan berparah-parah, pembunuhan dan pembantaian manusia menjadi menu berita standar, hingga pintu-pintu perbudakan dibuka kembali.
Kenyataan seperti inilah yang kini mulai tampak di depan mata kita. Saat mana media seperti MetroTV (dan media sejenis) giat menyerang Syariat Islam dan orang-orang yang peduli dengannya; maka mereka sendiri tidak memiliki kontribusi apapun untuk menyelamatkan kehidupan insan dari penindasan, kezhaliman, penistaan, kesengsaraan, serta perbudakan. Tidak ada sumbangan mereka dalam masalah itu, selain menjual berita saja. Ya bagaimana lagi? Jika moralitas sudah disingkirkan, penindasan yang kan datang menggantikan.
Komitmen Islam terhadap moral sangat tercermin dari ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan ihsan, memberi kepada karib-kerabat, mencegah perbuatan keji, munkar, dan kedurhakaan. Dia (Allah) memberikan pelajaran kepada kalian agar kalian senantiasa ingat.” [An Nahl: 90].
KEDUA. Syariat Islam menjaga nilai keadilan dan anti kezhaliman. Ini adalah perkara besar yang harus dipahami. Dimana ada Islam, disana akan dihidupkan nilai-nilai Al Qur’an dan As Sunnah; di antara amanah yang ditekankan dalam Al Qur’an dan Sunnah itu ialah menegakkan keadilan dan memberantas kezhaliman. Dimanapun ada kezhaliman terhadap manusia dan hak-hak kemanusiaan, maka Islam akan tampil membela kaum tertindas.
Islam mengharamkan kezhaliman kapitalistik, dimana orang-orang yang memiliki kekayaan mengeksploitasi kaum fakir-miskin dan alam dengan sesuka hati. Islam mengharamkan kezhaliman hukum terhadap siapapun, baik orang kuat maupun lemah. Islam mengharamkan kezhaliman otoritas penguasa terhadap rakyatnya. Islam mengharamkan kezhaliman atas dasar primordialitas, nasionalisme, juga etnisitas. Islam mengharamkan kezhaliman mayoritas terhadap minoritas; sebagaimana Islam juga mengharamkan tirani minoritas atas mayoritas. Bahkan Islam mengharamkan kezhaliman atas makhluk non manusia.
Ada yang mengatakan, kaum Muslimin bersikap zhalim terhadap hak-hak minoritas seperti kaum Syiah, Ahmadiyyah, Liberal, serta aliran-aliran sesat. Sebenarnya kezhaliman itu tidak ada, sebab umumnya sikap kaum Muslimin ialah BEREAKSI atas provokasi-provokasi yang dibuat oleh para penganut aliran sesat itu. Bahkan kaum sesat itu sejak awal telah meniciderai, menista, serta menodai ajaran-ajaran Islam yang dianut kaum Muslimin. Penodaan mereka jika dibiarkan, jelas akan merobohkan bangunan Islam itu sendiri. Kenyataan ini bukanlah kezhaliman mayoritas, tetapi tirani minoritas.
Selagi ajaran Islam tegak, maka ummat manusia masih bisa berharap ada perlindungan, ada keselamatan, serta pembelaan atas segala bentuk kezhaliman yang menimpa mereka. Di hari ini banyak manusia-manusia muda berkoar-koar mengecam Syariat Islam; padahal mereka itu semuanya hanyalah sekrup-sekrup industrialisasi. Mereka bisa berkoar-koar demikian karena masih muda, masih fresh, masih bisa diperas tenaga dan kehidupannya, demi ambisi para pengusaha industrialis kapitalistik. Nanti jika mereka sudah mulai udzur, mulai berusia, tidak cantik (tampan) lagi, kulit mulai keriput; siapa yang akan menolong mereka menghadapi mesin-mesin kezhaliman industrialisasi? Apakah mereka bisa berharap kepada elit politik sekuler dan media-media sekuler?
Sebuah contoh mudah. Lihatlah mantan-mantan atlet yang dulu berprestasi mengharumkan nama negara. Setelah mereka tua dan udzur, tidak ada lagi yang peduli. Mereka terlantar, fakir, hingga harus menjual medali demi menyambung kehidupan. Sementara media-media massa berpura-pura peduli, lalu menayangkan keadaan mereka, lalu menyalah-nyalahkan negara yang tidak bisa mengayomi semua itu. Mestinya, media-media sekuler itu menunjuk hidung mereka sendiri, sebelum menunjuk orang lain. Merekalah biang penerlantaran hak-hak kehidupan manusia.
Selagi Syariat Islam masih tegak, manusia masih bisa berharap ada pertolongan, ada perlindungan, dan ada pembelaan dalam menghadapi kezhaliman dan penindasan. Ayat berikut ini merupakan dalil universal, bahwa Syariat Islam sangat menekankan tegaknya prinsip keadilan:
“Dan langit Dia tinggikan, dan Dia letakkan neraca keadilan. Maka janganlah kalian melampaui neraca keadilan itu. Tegakkanlah timbangan secara adil dan janganlah mengurangi timbangan.” (Ar Rahmaan: 7-9).
KETIGA. Syariat Islam merupakan standar nilai kebenaran. Ini adalah perkara yang sangat besar. Di dunia ini banyak bermunculan standar nilai, berdasarkan persepsi masing-masing. Ada yang dibangun berdasar persepsi sains, persepsi tafsiran sejarah, persepsi primordialisme (kesukuan), persepsi nasionalisme, persepsi pemikiran filosof, persepsi rasio murni, persepsi dogma agama, persepsi sihir, persepsi hasrat kebebasan, dan seterusnya. Maka Islam menjadi standar nilai dimana semua tata-nilai yang lain selalu merujuk kepadanya untuk mencari kebenaran.
Manusia di dunia selama ini, termasuk di Indonesia, banyak yang membenci Islam, bersikap anti kepadanya, bahkan secara emosional membencinya. Tetapi kalau mereka jujur, mereka akan menyaksikan bahwa semua produk hukum yang berlaku di muka bumi ini, sedikit atau banyak telah mengadopsi nilai-nilai Islam. Terlepas hal itu akan diakui atau tidak, yang jelas nilai-nilai Islam telah dijadikan standar nilai, hatta oleh manusia yang amat sangat membencinya.
Coba bayangkan, andaikan manusia tidak pernah tahu hukum-hukum seputar pidana, pernikahan, keluarga, warisan, penyelesaian konflik, transaksi ekonomi, hak-hak individu, peradilan, hukum tata-negara, dll. yang selama ini diatur oleh Syariat Islam; kira-kira akan menjadi apa wajah dunia ini? Misalnya, ada selebritis, seniman, presenter berita, penulis, pemikir, dan lainnya yang dikenal sangat anti Islam. Apa yang terjadi jika mereka tidak dilindungi dirinya, kehidupan pribadinya, anak-anaknya, orangtua, dan keluarganya; apakah mereka bisa melancarkan permusuhan kepada Islam, tanpa perlindungan yang mereka terima terhadap hak-hak kehidupan mereka? Sebutlah sosok Ratna Sarumpaet atau Musdah Mulia. Bisakah dua orang ini terus melancarkan permusuhan kepada Islam, jika Syariat Islam tidak melindungi harkat-martabat wanita?
Syariat Islam laksana sinar mentari yang menyinari kehidupan. Dimana Syariat dilaksanakan, disana manusia akan selalu mendapatkan standar nilai yang jelas; terlepas bahwa mereka secara lahiriyah menampakkan kebencian, permusuhan, dan sikap anti-patinya kepada Syariat tersebut. Allah Ta’ala tidak peduli dengan sikap permusuhan mereka, sebab Dia menurunkan Syariat Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam; meskipun orang-orang zhalim membenci, meskipun orang-orang fasik membenci, meskipun orang-orang kafir membenci.
Inilah dalilnya, bahwa Syariat Islam adalah standar nilai dalam kehidupan manusia:
“Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, maka janganlah engkau termasuk bagian dari orang-orang yang ragu.” (Al Baqarah: 147).
KEEMPAT. Syariat Islam menjaga kelangsungan rizki bagi ummat manusia. Dimana Syariat Islam masih ditegakkan oleh manusia, maka Allah Ta’ala akan senantiasa memberikan rizki bagi manusia. Bahkan keberadaan Syariat Islam itulah yang membuat Allah Ta’ala senantiasa memberikan rizki kepada manusia.
Coba perhatikan dalil berikut:
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menjadikan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi insan yang bertakwa. Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap; Dia telah menurunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia mengeluarkan hasil-hasil tanaman, sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah tandingan dalam ibadah, jika kalian mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22).
Perhatikan ayat ini dengan teliti! Ternyata, perintah untuk beribadah kepada Allah, sangat erat kaitannya dengan rizki yang Allah berikan kepada manusia. Selagi manusia masih beribadah, maka Allah akan menurunkan rizki bagi mereka. Jika manusia berhenti beribadah kepada Allah, maka tidak ada jaminan rizki atas mereka.
Maka orang-orang seperti Goenawan Mohamad, Azyumardi Azra, Syafi’i Ma’arif, Ulil Absar, Dawam Rahardjo; majalah Tempo, harian Kompas, harian Media Indonesia, TVOne; Dewi Persik, Julia Perez, Ahmad Dhani, Ariel Peterpen, dan seterusnya. Mereka ini harus bersyukur dengan adanya manusia-manusia yang masih bersujud kepada Allah; masih Shalat Shubuh saat dingin-dingin pagi hari; masih membaca istighfar dan shalat malam; masih membaca Al Qur’an dan menghafal ayat; masih belajar ilmu dan majlis taklim; serta masih berdemo untuk menunaikan amar makruf nahi munkar. Mereka harus bersyukur dengan semua itu, sebab keberadaan orang-orang yang komitmen beribadah itulah yang membuat mereka masih diberi rizki; sekalipun rizki itu lalu mereka pakai untuk memusuhi dan menciderai kehormatan agama Allah.
Kalau mereka ragu, bahwa rizki Allah sangat terkait dengan Syariat Islam yang masih dijalankan di muka bumi: silakan mereka pergi ke negeri-negeri non Muslim, dan mulailah membangun kehidupan disana! Yakin 100 % bahwa mereka tak akan berani hidup di negeri non Muslim. Hanya di negeri ini mereka masih mendapatkan rizki, meskipun rizki itu kerap mereka jadikan sarana untuk menyakiti hamba-hamba Allah di negeri ini.
Bahkan karena begitu Pemurahnya Allah Ta’ala, Dia memberikan banyak kesempatan, fasilitas, dan perlindungan kepada manusia-manusia mesum untuk bermesum-mesum ria; kepada pemabuk dan junkies untuk bernarkoba ria; kepada para koruptor untuk menjarah harta negara; kepada para politisi busuk untuk menipu rakyat; kepada para kriminal untuk melancarkan aksi-aksinya. Di negeri ini, hingga para penjahat paling keji sekalipun, tetap mendapat rizki dan kenikmatan.
Jika di muka bumi ini sudah tidak ada insan beriman; sudah tidak ada manusia yang beribadah; sudah tidak ada lagi manusia yang komitmen dengan Syariat Islam; tidak ada lagi adzan, istughfar, dan taubat; tidak ada lagi kaum wanita yang menutup aurat dan menjaga kehormatan; maka dengan semua keadaan itu, tidak ada lagi alasan bagi Allah untuk memberi jaminan rizki bagi manusia. Pintu-pintu rizki akan ditutup, keramahan alam akan diangkat, air dari langit akan ditahan, dan seterusnya.
KELIMA. Syariat Islam menyebarkan sifat rahmat (kasih sayang) seluas-luasnya. Inilah ajaran yang sangat menakjubkan, tetapi seringkali diingkari. Syariat Islam mengajarkan agar mengasihi orang sakit, menolong orangtua dan anak-anak yang lemah, menolong orang terluka di jalan raya, melerai manusia yang berkelahi, menyayangi yang muda-belia, menghormati yang tua, memberi kepada yang fakir, membantu yang lemah, menyeka air mata yang bersedih, memuliakan wanita (menghormati kelemahannya, sensitivitasnya, serta memaklumi tabiatnya), menemani yang sendirian, mendukung upaya-upaya kebaikan, melestarikan lingkungan, menyayangi binatang, dan seterusnya.
Sangat sulit mendapati manusia akan melakukan semua dorongan-dorongan kasih-sayang itu secara tulus, ikhlas, tanpa pamrih; jika tidak dilandasi keimanan kepada Allah dan Hari Akhirat. Sebagai contoh mudah, dalam acara Kick Andy di MetroTV, sangat banyak ditemukan disana manusia-manusia berjiwa pahlawan, yang bekerja dalam kesunyian, minim publikasi, dan terus berdedikasi menyebar kebaikan, tanpa pamrih. Mayoritas orang-orang yang berjiwa pahlawan itu ternyata Muslim, memiliki komotmen moral yang baik, dan tulus dalam memberi. (Meskipun kadang ketulusan itu menjadi pudar, setelah mereka masuk acara TV).
Islam mengajarkan semua ini, agar Ummat-nya berbagi kasih sayang secara tulus, sekalipun kepada musuh. Kita masih ingat bagaimana sikap belas-kasih panglima Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah yang mengirimkan dokter pribadi untuk mengobati sakit yang mendera komandan Perang Salib paling kejam, Richard The Lion Heart.
Jika kemudian Syariat Islam diperangi, mencoba diberangus, terus dianiaya dengan pemberitaan-pemberitaan palsu, terus dimarginalkan dan diberikan label-label negatif; hal itu sama saja dengan menumpas sifat-sifat kasih sayang dari kehidupan manusia. Sifat kasih-sayang timbul karena keimanan dan amalan shalih; kedua hal itu muncul karena bimbingan Syariat Islam; jadi kalau Syariat ini hendak dikubur sedalam-dalamnya oleh majalah Tempo, harian Kompas, dan kawan-kawan; ya berarti kalian semua hendak memadamkan cahaya kasih-sayang dari kehidupan manusia.
Dalil atas hal ini sudah sangat dikenal:
“Dan tidaklah Kami mengutusmu -Muhammad Saw- melainkan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Al Anbiyaa’: 107).
Demikianlah kajian sederhana tentang kebutuhan manusia terhadap Syariat Islam. Poin-poin yang telah disebutkan di atas sangat mendasar, sehingga sangat sulit untuk mengingkari peranan dan manfaatnya dalam kehidupan ini. Intinya, semua manusia membutuhkan keberadaan Syariat Islam; hatta mereka adalah orang sekuler ekstrimis yang sangat anti Islam. Mereka membutuhkan Syariat Islam, karena tidak ada alasan bagi Allah untuk menjamin kehidupan manusia di muka bumi, selain karena keberadaan hamba-hamba-Nya yang beriman, shalih, dan beribadah. Tanpa semua itu, maka dunia ini akan dilipat oleh Allah Ta’ala dan dihancurkan-Nya, sehingga manusia akan binasa sejak awal sampai akhir. Jika tragedi Tsunami pada 26 Desember 2004 lalu saja telah cukup membuat seluruh manusia di dunia ketakutan; bayangkan jika Allah menghancurkan bumi dan seluruh isinya!
Keberadaan hamba-hamba yang Mukmin, shalih, dan istiqamah beribadah kepada Allah, menjadikan bangsa Indonesia masih diberi rizki, diberi kenikmatan, (dan bagi kaum durhaka dan pendosa mereka diberi) kesenangan. Begitu pula, keberadaan kaum Muslimin di negeri-negeri Muslim, mereka menjadi sebab dan alasan mengapa Allah Ta’ala masih memberi rizki bagi penduduk dunia seluruhnya, sejak dari Barat sampai ke Timur, dari Kutub Utara sampai Selatan.
Maka itu, bagi orang-orang anti Islam, bagi kaum pendosa dan durhaka; kami berharap agar mereka bersikaplah sopan, jangan arogan, dan berlebihan. Keberadaan mereka di muka bumi ini -dengan segala rizki dan kesenangan yang mereka dapatkan-; tak lepas dari keberadaan hamba-hamba Allah yang tetap istiqamah di atas Syariat Islam. Semakin sedikit manusia yang shalih dan bersih jiwanya, yakinlah urusan rizki dan kesenangan mereka akan sirna tak berbekas.
Dan risalah ini sekaligus sebagai bentuk salam hormat dan kasih-sayang dari kami untuk sesama kaum Muslimin yang senantiasa istiqamah di atas Syariat Allah Ta’ala. Sebuah pesan besar dari langit untuk Anda sekalian:
“Dan janganlah kalian lemah, dan janganlah kalian bersedih, karena kalian adalah yang paling tinggi, selagi kalian beriman (kepada Allah dan Rasul-Nya).” [Ali Imran: 139].
Akhirul kalam, Rabbighfirli wa li walidaiya warhamhuma kamaa rabbayani shaghira, amin Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in, walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.
Post a Comment